Sabtu 8 Des 2018, Bangun tidur sekitar jam 04.00, setelah menyiapkan sepeda dan perlengkapan gowes, segera saya kayuh Federal StreetCat menuju de Tjolomadoe convention & heritage, Colomadu Karanganyar, yang menjadi titik kumpul sebelum gowes bareng.
Rencana awal pagi ini, saya dan pak Jono, akan gowes bareng group sepeda teman-teman pak Jono dari club sepeda Solo Baru, menuju kota susu Boyolali. Berhubung tempat tinggal kami di utara Solo, kami bermaksud mencegat mereka di sekitar jalan Slamet Riyadi. Namun berhubung siang nanti kami harus menghadiri resepsi pernikan teman kantor, jadi kami batal ikut rombongan ini, dan memutuskan gowes ke Waduk Cengklik yang jalurnya nyaman dan ringan. Terus putar-putar daerah pinggiran kota cari keringat sambil hunting sarapan. Maka kami atur janji buat ketemu di depan De Tjolomadoe. Sedikit mengenal de Tjolomadoe, menurut Wikipedia, bangunan ini
adalah hasil revitalisasi Pabrik Gula yang didirikan Mangkunegara IV
pada tahun 1861, menjadi tempat wisata kekinian yang cukup unik.
Subuh sudah nangkring di de Tjolomadoe - Colomadu karanganyar |
Tepat jam 05.15 sesuai janji, pak Jono tiba di depan de Tjolomadoe. Kami langsung gowes menuju Waduk Cengklik, Boyolali. Waduk ini sudah lama menjadi destinasi wisata para penggiat sepeda di Solo dan sekitarnya. Letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota Solo. Karena masih terlalu pagi, kami ambil jalur agak memutar. Sampai di overpass tol Soker, kami istirahat dulu menikmati pemandangan jalur tol Solo Kertosono dari atas overpass, sambil foto-foto.
Overpass jalur tol Solo Kertosono, sebelum masuk ke kompleks Waduk Cengklik |
Pak Jono dan saya di overpass Kertosono |
Sekitar 15 menit kami habiskan waktu di overpass, cukup lama sebelum akhirnya kami lanjut gowes menuju kawasan waduk. Sesampainya di Cengklik ternyata suasana masih cukup sepi, baru terlihat beberapa komunitas sepedaan Solo yang sudah duluan sampai ke tempat ini. Menurut mereka, kami datangnya masih kepagian. Biasa mulai ramai sekitar pukul 07.00. Beberapa goweser perorangan juga mulai berdatangan, sepertinya mereka semua saling mengenal, kebiasaan di sini begitu sampai langsung saling bersalam-salam, dan akrab mengobrol di warung sambil menikmati teh jae panas nikmat, pisang rebus, tahu goreng, tempe goreng serta sarapan pagi engan menu pecel atau bubur tumpang. Penggiat gowes memang biasanya sangat kental suasanan kekeluargaan, sebagai sesama goweser, mudah untuk saling sapa dan akrab satu dengan lainnya. Bapak bapak ini termasuk kelompok yang rutin gowes ke Waduk cengklik tiap Sabtu pagi. Beberapa meski sudah terlihat sepuh, mungkin sekitar usia 60 tahun, tapi tampak begitu bugar. Biasanya mereka kumpul di warung pecel sekitar waduk sambil membicarakan rencana gowes esok hari di Minggu pagi. Kesempatan ini saya gunakan untuk menanyakan jalut menuju ke Alas Karet Polokarto yang menjadi target tujuan gowes kami selanjutnya. Kebetulan banyak dari mereka pernah pergi ke Polokarto. Beberapa bahkan dengan semangat menunjukan jalur-jalur alternatif gowes di sekitar Alas karet Polokarto yang cukup asik buat dikunjungi.
Sampai di warung pecel langanan para goweser di kompleks Waduk Cengklik |
Ngobrol dengan mereka sangat menyenangkan, sambil menikmati sarapan nasi pecel plus telor yang nikmat plus murah. Satu porsi hanya dihargai Rp. 4.000. Terima kasih buat Pak Jono untuk traktir makannya. Selepas sarapan, ternyata rombongan club sepeda Solo Baru teman-teman pak Jono muncul juga di Waduk Cengklik. Berarti mereka batal ke kota Boyolali lewat jalur pakis. Atau yang dimaksud dengan Boyolali mungkin Waduk Cengklik, mengingat lokasinya kan berada di wilayah kabupaten Boyolali. Yang jelas kedatangan mereka membuat suasana pagi ini semakin meriah. Rombongan ini parkir di depan warung mbak Endang Wadux, dengan menggantungkan sadel sepeda di bentangan bambu, mirip-mirip tambatan kuda di film koboi.
Saya dan pak Jono akhirnya ikut gabung dengan mereka. Pak Jono tampak semakin bersemangat. Sedangkan saya sempat canggung juga. Apalagi saat diminta memarkirkan sepeda berdampingan dengan sepeda sepeda mereka yang ditata berjejeran. Yang benar saja, semua sepeda itu termasuk sepeda kasta dewa. Sepeda-sepeda mahal, yang selama ini cuma bisa saya impikan dan lamunkan. Beruntung mereka tidak terlalu mempermasalahkan keberadaan saya dengan Federal tua ini.
Gabung dengan teman-teman baru |
Suasana Sabtu pagi di Waduk Cengklik - Boyolali masih tampak sepi. |
Gambar waduk Cengklik - Boyolali Credit: Petualang Endemik - WordPress.com |
Suasana pinggiran Bandara Adi Sumarmo Solo credit: aeronusantara.blogspot.com |
Dari bandara kami menuju kearah Ketitang Ngemplak - Boyolali. Setelah sampai di overpass tol Salatiga kertosono, kami istirahat. Dari atas overpass kami bisa melihat jalur tol yang meliuk-liuk indah. salah seorang dari kami mengambil video buat dokumentasi perjalanan. Beberapa kali dia memang sengaja gowes mendahului rombongan untuk take picture. Selesai dari overpass kami lanjut gowes ke arah Wisma Embarkasi Haji Donohudan - Boyolali, lalu menuju Tugu Boto Klodran - Karanganyar. Jalan sudah mulai datar dengan aspal halus. Di sini saya mulai agak keteteran mengimbangi kecepatan gowes teman-teman Pak Jono. Gila, cepat sekali laju sepeda mereka, tampak begitu ringan dikayuh. Meskipun saya masih bisa mengimbangi, tapi kombinasi gearing saya sudah mentok berada pada posisi Top speed. Sedang mereka masih belum memakai kombinasi top speed nya. Jadi dalam kondisi ini saya hanya bisa bergantung pada kualitas dengkul, sambil dalam hati termotivasi untuk upgrade drivetrain sepeda dengan yang lebih superior suatu saat nanti.
Sampai di depan Ayam Resto, ada salah satu dari kami yang sempat mengalami kram kaki. Jadi saya putuskan untuk menemaninya gowes pelan sambil mengatur nafas kembali.Posisi saya jadi sweeper kali ini. Gowes pelan masuk Jl. Adi Sumarmo Banyuanyar, kembali memasuki kota Solo, kearah Jembatan Komplang. Teman-teman satu group sudah tidak tampak lagi, kami tertinggal cukup jauh. Kami terus menyusuri jalur sepeda yang ada di jalan Adi Sumarmo menuju ke Masjid Mujahidin Banyuanyar - Solo. Sampai di depan masjid, tampak pak Jono sengaja menunggu kami. Ternyata dia sudah pamit untuk memisahkan diri dari rombongan. Sampai perempatan depan bengkel Tito, saya dan pak Jono akan ambil jalur ke kiri masuk jl. Ahmad Yani, menuju ke arah terminal Tirtonadi, Sedangkan teman kami ambil lurus lewat Jl. Tamrin, kearah plaza GOR Manahan, terus menyusul rombongan, kembali pulang menuju Solo Baru - Sukoharjo.
Sebenarnya kasihan juga meninggalkan teman kami yang tertinggal ini. Soalnya meskipun sudah sembuh dari kram, tapi masih tidak bisa dibawa ngebut menyusul rombongan. Akhirnya kami pamit untuk melanjutkan gowes sendiri. Dari arah terminal kami menuju ke Margoyudan untuk melengkapi wisata kuliner pagi ini, menikmati Soto Stabelan yang terkenal enak. Rumah makan yang berada di Jalan Abdul Muis No. 53 di daerah Margoyudan Solo ini, selain terkenal dengan sotonya yang segar, gurih nikmat, lumpia rebung dan tahu gorengnya juga terkenal mantab. Menu lainnya tentu saja pecel telor. Lagi-lagi pak Jono yang traktir makan. Yah itung-itung rezeki anak soleh. Terima kasih Pak.
Soto Stabelan Solo |
Setelah kenyang dengan nikmatnya soto, kami memutuskan untuk pulang kembali ke Colomadu lewat pasar Nongko menyusuri jalur rel kereta api di sisi Jl. Hasanudin. Sempat mampir dulu buat istirahat sambil menikmati air kelapa muda. Kemudian lanjut ke barat sampai stasiun kereta Purwosari, lurus ke arah Trans Mart Kartasura.
Rute gowes pinggir Solo |
Istirahat dulu. Tampak belakang Gapura Makuta Tugu Batas Kota Solo |
Gowes pagi ini cukup menyenangkan. Tidak terasa kami sudah mengowes sepeda sejauh kurang lebih 45 KM. Meskipun sedikit keteteran saat mengimbangi kecepatan rombongan sepeda, tapi dengkul dan sepeda MTB saya ini ternyata masih belum terlalu tua dan masih bisa mengimbangi kecepatan sepeda-sepeda kasta atas tersebut. Pengalaman yang menarik, gowes sekitar perbatasan, serasa 3 jam bersepeda lintas 3 kabupaten-kota, Solo, Karanganyar, Boyolali he 3x. Terima kasih buat Pak Jono yang sudah menemani gowes juga buat traktir makan nya. Bersepeda di kota Solo memang sangat menyenangkan, dan semoga semakin menyebar virus bersepeda sehat untuk segala usia. Mari jadikan Solo sebagai kota ramah sepeda.