Archive for August 2018

Pengalaman Hari Pertama B2W

Saat ini Bike to Work (B2W) semakin diminati dan menjadi tren baru. Demi untuk semakin mendorong pertumbuhan gerakan ini, Polygon sebagai salah satu produser sepeda terbesar di Indonesia, bahkantelah merelease seri sepeda polygon b2w jenis MTB dan sepeda lipat, dengan warna kuningnya yang khas. Harganya pun cukup murah. B2W dengan segala keunikan dan manfaatnya telah berhasil mengusik minat saya untuk mencobanya. Dalam rangka berpartisipasi dalam gerakan B2W Indonesia, saya memutuskan untuk mulai ke kantor dengan sepeda pada Kamis, 17 Mei 2018, yang kebetulan bertepatan dengan awal puasa. Meskipun gerakan B2W di kota Solo belum sebesar Jakarta, Bandung atau Tasikmalaya, namun geliatnya sudah mulai kelihatan. Setiap pagi saya beberapa kali berpapasan dengan mereka, dan inilah yang membuat saya semakin bersemangat untuk memulainya. Apalagi semakin sering juga event sepeda diselenggarakan di Solo. Yang cukup besar adalah Event Jamselinas beberapa waktu lalu.

Persiapan

Jarak yang ditempuh dari rumah ke tempat kerja sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 6 KM, atau 12 KM pulang pergi. Dengan kondisi jalan 90% aspal dan sedikit jalan rusak. Mulai dari rumah hingga 3 KM pertama jalan menanjak halus antara 1 - 3 derajat. Secara kasat mata jalan memang terlihat landai namun sebenarnya menanjak. Baru ketika mulai mengayuh sepeda akan terasa bedanya. Karena saat berangkat, kayuhan akan terasa lebih berat dibandingkan ketika pulang. Untuk B2W, paling sering saya memakai sepeda MTB jadul merek Federal, diselingi sesekali menggunakan seli (sepeda lipat) AirWalk. meskipun bukan seli sekelas Brompton, Dahoon atau Polygon Urbano, tapi sudah cukup memuaskan. Jika memakai MTB waktu yang saya butuhkan untuk sampai ke kantor rata-rata sekitar 20 menit. Selisih 5 menit lebih lama jika memakai sepeda lipat. Di hari pertama B2W ini, saya memilih MTB untuk ke kantor naik sepeda.

Jalur B2W


Sebelum memutuskan untuk bersepeda ke kantor, sebenarnya ada banyak kekuatiran dalam pikiran saya. Selain karena sudah sangat lama saya tidak bersepeda. Mungkin sudah lebih 20 tahun tidak gowes. Jadi satu bulan sebelum hari yang saya tentukan untuk start B2W, saya coba gowes gowes ringan dulu. Diawali dengan keliling komplek. Coba ikut acara sepeda santai yang kebetulan banyak diadakan di kota Solo.

Untuk sepeda, sudah ada dua unit siap untuk dipancal. Yang pertama sepeda Federal StreetCat jenis MTB dan Folding bike merk AirWalk yang keduanya hanyalah sepeda frame besi. Jadi bukan termasuk kasta atas yang mahal. Tapi saya rasa sudah lebih dari cukup untuk memulai B2W.

Sepeda Federal StreetCat 550 thn 1986


Hari pertama Gowes

Setelah mengecek kondisi sepeda, mulai dari tekanan ban, rem dan shifter, saya mulai megowes tepat jam 07:45. Masuk kantor jam 08:30 dengan waktu tempuh 20 menit harusnya masih ada waktu untuk istirahat dan prepare sebelum mulai rutinitas kerja.

1 KM pertama saya menikmati perjalanan. Keluar dari kompleks mulai masuk ke jalan aspal mulus dengan kanan kiri sawah ditambah segarnya udara pagi dan sinar matahari yang masih hangat. Sungguh pengalaman yang menambah semangat.

Memasuki kilometer ke 4, saya mulai keteteran. Nafas mulai ngos-ngosan. Ternyata menggowes sendirian berbeda dengan saat bersepeda bersama-sama. Ditambah dengan perasaan takut terlambat masuk kerja. Membuat saya  kesulitan menjaga ritme kayuhan dan terlalu terburu-buru, hingga membuang tenaga terlalu banyak.

Berdasar pengalaman tersebut, saya ingin memberikan sedikit tips untuk Anda yang ingin memulai B2W. Pada hari libur, sediakan waktu untuk mencoba rute B2W yang akan dilalui terlebih dahulu. Selain untuk mempelajari rute, mengukur kemampuan fisik, yang paling penting adalah untuk mengetahui berapa jam kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari rumah ke tempat kerja. Waktu tempuh sangat penting untuk diketahui supaya nanti bisa memperkirakan jam keberangkatan yang tepat agar tidak terlambat masuk kerja, dan kita bisa menggowes dengan tenang.

Persoalan berikutnya yang paling mengganggu saya adalah masalah keringat. Saya termasuk orang yang mudah berkeringat. Kan tidak lucu jika kita sampai ke kantor dengan kondisi badan basah karena keringat. Belum lagi masalah bau badan yang mungkin juga akan muncul. Ada yang menyarankan untuk membawa pakaian ganti. Tapi untuk kasus saya, jika harus membawa pakaian ganti, pasti akan sangat ribet. Karena tempat saya bekerja adalah pabrik yang untuk masuk saja harus melalui pemeriksaan ini itu, hingga pasti akan sangat ribet jika harus menbawa banyak barang.

Ternyata pagi ini saya buktikan bahwa keringat bukanlah masalah besar saat B2W. Selama kita bisa bersepeda dengan santai dan nyaman, kita tidak akan banyak mengeluarkan keringat. Agar bisa mengayuh sepeda dengan santai, saya menyiasatinya dengan berangkat lebih pagi, sehingga bisa memiliki cukup waktu. Hitung-hitung sambil menikmati suasana pagi. Jaket sengaja tidak saya pakai, saya lipat dan diikat di carrier belakang sepeda. Dan baru saya pakai nanti waktu pulang kerja. Sinar matahari yang hangat dan angin yang berhembus turut membantu keringat saya menguap cepat hingga baju tidak terasa basah oleh keringat.

Untuk melawan bau badan, andalan saya hanya berupa deodorant yang saya pakai seperti biasa. Selain itu saya juga membawa gel parfum yang sengaja telah disiapkan istri. Katanya untuk dioleskan ke tubuh sesampainya di kantor. Ternyata tips ini cukup efektif. Setelah sampai kantor, dan istirahat sebentar untuk mengeringkan keringat, saya lalu mengoleskan parfum gel ke sekujur badan. Bau keringat sudah tidak jadi masalah lagi.

Perjalanan B2W pertama ini ternyata hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 20 menit hanya selisih 10 menit dibanding kalau pakai sepeda motor. Mungkin untuk jarak yang hanya 6 KM, perbedaan waktu tempuh tidak terlalu signifikan.

Waktu Pulang

Waktu pulang saya tempuh dengan lebih ringan. Mungkin karena gowesnya tanpa beban. tidak diburu waktu dll. hal ini semakin dipermudah dengan kontur jalanan yang cenderung menurun ketika pulang. Saya putuskan untuk putar-putar dahulu menikmati suasana sore.

Masalah yang saya hadapi waktu pulang justru pada sepeda motor dan mobil yang sering tidak mau memberi jalan. Beberapa kali saya dikagetkan dengan bunyi klakson atau terpaksa menepi hingga benar-benar minggir, karena motor yang tidak mau memberi jalan. Saya pikir, mungkin karena ini hari awal puasa. Jadi banyak yang ingin cepat pulang untuk segera berbuka puasa.

Tapi setelah dipikir, bisa jadi masalah ini disebabkan karena pengendara motor memang benar-benar tidak melihat keberadaan saya, karena suasana magrib, dan hari mulai gelap, sedangkan lampu jalan belum banyak yang dinyalakan. Jadi saya pikir perlu untuk menambah aksesoris lampu LED di bagian depan dan belakang untuk menambah visibilitas saat bersepeda disore dan malam hari. Agar lebih aman.

Penambahan lampu let pada sepeda untuk meningkatkan visibilitas saat bersepeda di malam hari.
Credit: Zachary Culpin/Solent News

Over All

Hari pertama B2W menjawab semua kekuatiran saya. Ternyata tidak semenakutkan seperti yang saya kira. Saya justru sangat menikmati dan malah ketagihan untuk kembali dan kembali melakukannya. Ada moment-moment menarik dan yang hanya bisa kita rasakan dan nikmati saat kita mengayuh sepeda. Sensasinya berbeda dibanding saat kita naik motor atau mobil. Yang jelas penat dan stress hilang saat gowes santai pulang dari kantor. Mengembalikan mood hingga sampai dirumah hati dalam keadaan riang.

Setelah 1 bulan ber B2W, badan lebih terasa bugar. Berat badan saya turun banyak, hingga celana kerja terasa longgar, hingga harus lebih mengencangkan ikat pinggang.

Uang bensin dan oli samping bisa ditabung, ujung-ujungnya untuk dana beli komponen dan aksesoris sepeda gara-gara kena racun upgrade. Kalau ini sudah bukan lagi Bike to Work tapi sudah jadi Work for Bike. He 3x

Jika Anda tidak percaya, silakan coba sendiri.

Salam Gowes.

Posted in , | Leave a comment

Review Memilih Type Ban Maxxis Menurut Karakter Track

Di Indonesia merk ban Maxxis cukup dikenal dikalangan penggiat sepeda. Merk ban yang menduduki peringkat 9 dalam urutan perusahaan ban terbesar di dunia ini sebenarnya sudah berdiri di daerah Cikarang, Jawa Barat. Dengan didirikannya pabrik tersebut, Maxxis Indonesia siap menghadirkan berbagai pilihan produk ban yang berkualitas untuk segala medan jalan.

Maxxis Tire Indonesia sendiri memiliki banyak variasi tipe dan model yang bisa dipilih sesuai dengan peruntukkannya. Masalahnya kita perlu cermat dalam menentukan tipe apa yang cocok dan sesuai yang kita butuhkan. Ketepatan dalam memilih ban sepeda,akan mempengaruhi efektifitas kesetabilan bersepeda dan mempengaruhi kecepatan saat bersepeda, jika salah penggunaan akan mengakibatkan licin selip atau jatuh sehingga dapat membahayakan si pengguna sepeda tersebut . 

Berikut ini sedikit ulasan tentang jenis-jenis ban Maxxis beserta peruntukanya.

FULL ROAD

  • Maxxis Xenith memiliki kembang yang slick dan compound yang soft, membuat ban ini membuat ban ini bisa menempel di aspal dengan baik dan tetap stabil ketika cornering di medan yang basa maupun cuaca yang panas. Xenith memang diperuntukkan khusus untuk road bike racing dan sport. Ini salah satu ban dengan rolling resistance munimum. Tipe ini sangat direkomendasikan untuk pengguna aspal dan jalanan halus.
  • Maxxis Detonator (road only) 26x1.5 diperuntukan khusus untuk medan aspal atau beton halus kering maupun basah. Jenis kembangan semi slick, ada alur dan arah pemasangan seperti ban motor.  Daya cengkram ban terhadap aspal sangat bagus. Bahkan dalam kondisi hujan dan jalanan banyak tergenang air, Detonator masih aman digunakan untuk ngebut dan menikung, cocok dipakai untuk b2w setiap hari. Untuk jalan full aspal dengan banyak tanjakan, pilihannya adalah Maxxis Detonator 27.5 X 1.5n.  Yang menjadi kelemahan Maxxis Detonator adalah kondisinya yang menjadi licin saat melindas track tanah. Jadi jangan sekali-kali menggunakan Maxxis Detonator di jalan tanah, bebatuan. ukuran tapak ban yang lebarnya hanya 1.5 inch jadi sama sekali tidak bisa digunakan di jalur lumpur.
  • Maxxis High Roller  2.10 sangat cocok dipakai di jalan aspal kering. Khusus untuk High Roller tidak direkomendasikan digunakan pada jalan basah atau semen karena sangat licin. Highroller buat basah sama sekali tidak menggigit. Jadi tidak cocok digunakan di musim hujan.
Maxxis Xenith (www.testbike.hu)

HYBRID / SEMI ONROAD
  • Maxxis Overdrive Elite Termasuk salah satu ban hybrid yang sangat durable, serta memiliki friksi ban dengan aspal yang sangat minim.  Diperkuat dengan lapisan tebal kevlar dan bagian tengahnya lebih tebal hingga tidak mudah bocor. Ban ini sangat cocok digunakan untuk keperluan touring, B2W maupun commuting harian (90% aspal). Sayangnya overdrive elite termasuk yang paling berat saat digowes dan mungkin kalah rolling resitancenya dibanding kebanyakan ban hybrid/komuting umumnya. Kelemahan berikutnya ketika melalui medan yang tak sepenuhnya jalan raya yang halus, ketika menghantam lubang, atau di jalan yang agak rusak, bantingan sepeda akan lebih terasa, dan mudah slip. Selain itu juga cukup licin saat melewati jalan basah.
  • Maxxis Aspen termasuk masuk tipe hibrid yang cocok untuk jalan aspal halus maupun keriting. Pada onroad trek kering ( di aspal dan beton) Aspen lebih durabel dan enteng dibanding Crossmax, tapi masih dibawah performa Maxxis Overdrive. Cukup aman untuk trek basah dan berpasir. Pada kondisi jalan basah performanya tetap ok banget. Kelemahannya pada tanjakan panjang. Penggunaan ban ini akan menjadi berat. Tapi bisa dimaklumi namanya juga semi on roa.
CROSS CONTRY (XC)/ OFF ROAD (ringan)

Untuk pemakaian dalam kota sampai trek XC, ada Larsen tt, Ignitor, Holly Roller dan Maxxis Crossmark yang memiliki rolling efisiensi yang bagus, cocok buat di kota dan trek XC.
  • Maxxis Crossmark hanya cocok untuk track kering. Tidak  direkomendasikan untuk jalan basah. Pada jalan tanah basah jenis ban ini akan langsung ngedonat terus hilang deh gripnya. Selain itu Crossmark juga akan berubah menjadi sedikit beratnya pada kecepatan highspeed.
  • Maxxis Larsen TT adalah salah satu tipe ban yang banyak disukai oleh penggiat sepeda, khususnya yang hobi blasak-blusuk di trek XC atau Cross Country. hanya cocok untuk xc kering, dan tidak direkomendasikan untuk DH, karena tidak ada side knobnya (yang berguna buat handling pas cornering). Dari banyak review, Larsen TT menjadi salah satu tipe yang memiliki rolling eficiency paling baik dibanding ban Maxxis jenis lain. Rolling di aspal bakal lebih maksimal pada tekanan ban mencapai 60psi. Untuk trek tanah keras yang basah seperti trek JPG, Larsen TT masih smsn untuk dipacu dengan kencang. Beberapa tanjakan dengan elevasi tidak begitu curam juga masih mudah libas dengan Larsen. Tapi untuk tanjakan tanah keras yang curam dan basah performa Larsen TT kurang maksimal karena tidak mengigit.
  • Ace TT (27.5 x 2.00) cocok buat aspal lebih enteng dari crossmark.
  • Maxxis Monorail memiliki karakter medan kering yang cukup bagus dipakai penggemar cross Country. Memiliki performa yang mumpuni melibas trek yang cenderung berpasir. Memiliki bobot yang ringan, kecepatan gelinding yang tinggi, mantab untuk jalan lurus maupun menikung hampir di segala medan . Satu-satunya kelemahannya adalah grip yang tak tahan lama serta cengkraman yg kurang saat menapak lahan basah.
  • Maxxis Ignitor 1.95 paling cocok untuk all terrain, jalan tanah terjal dan bebatuan, baik kering maupun basah. Sangat enak saat melewati tikungan miring(cornering).  Maxxis Ignitor tidak tepat digunakan di jalan aspal.
  • Maxxis High Roller 2.35 hampir mirip karakternya dengan Maxxis Ignitor. Khusus HighRoller Exception Series tidak cocok digunakan di medan basah karena sangat licin.
  • Maxxis Advantage dan Maxxis Ranchero (medium) cocok digunakan di medang lumpur liat. Tidak akan selip. Saat di aspal juga enteng.
  • Maxxis Medusa dan Shorty yang harganya tidak terlalu mahal. Kembangan di Maxxis Medusa didesain untuk medan lumpur. Dengan tapak yang cukup lebar, jenis ban ini sangat enak dipakai melibas medan tanah gembur hingga medan lumpur extreme. Medusa enak sekali digunakan untuk offroad basah dan berlumpur, tapi tidak cocok untuk digunakan di aspal karena cukup berat,   seperti di lem, dan kembangannya cepat habis.
Maxxis Crossmark II
 ALL MOUNTAIN / DOWN HILL (DH)

Untuk medan All mountain hingga down hill ada beberapa tipe ban yang cocok yaitu:
  • Maxxis Bling-bling (untuk trek tanah kering) sangat cocok untuk medan DownHill dan tanah kering berpasir. Ban ini kuat tahan terhadap luka sobek maupun tusukan.
  • Maxxis High Roller 2.35 (all round), bisa untuk DH di trek agak basah, atau buat AM, tapi mungkin aga berat buat XC). Highroller 2.35 salah satu ban populer juga buat DH. Tapi jangan coba-coba pakai Highroller 2.10 di trek basah, baik semen maupun tanah.
Maxxis High Roller 2.35
 Ada beberapa tips kombinasi ban yang bisa diterakan untuk medan DH. Intinya cobalah cari ban yang memiliki kontrolnya bagus untuk depan, dan yang memiliki rolling resistance rendah untuk belakang.
  1. Trek kering sekali (tanah berdebu/tanah kerikil): Kombinasi  Maxxis Highroller 2.35 depan dan Maxxis Bling-Bling 2.35 buat belakang.
  2. B. Trek Kering agak basah (ada becek-beceknya): Highroller 2.35 Depan-Belakang.
  3. Trek Basah cenderung becek: Bisa menggunakan kombinasi Maxxis Highroller 2.35 Belakang, Maxxis Swampthing Depan. Atau Maxxis Highroller 2.35 Belakang, Schwalbe Fat Albert 2.35 Depan.
  4. Trek sangat becek berlumpur:
    Bisa dicoba Schwalbe Fat Albert 2.35 Belakang, Maxxis Swampthing 2.35 Depan.

ALL AROUND
  • Maxxis Ardent ukuran 26" x 2.25, Ardent sangat tepat bagi yang menginginkan ban yang tangguh untuk offroad tapi enteng buat digowes di jalan raya karena nilai rolling resistance-nya yang kecil dengan desain knob yang lumayan agresif. Meskipun tampilannya besar lebih miripi ban downhill tapi kesan berat karena bentuknya yang tambun itu langsung lenyap begitu dipakai. Di jalan aspal loncer sekali, dan sama sekali tidak terasa berat. Secara Umum, Ardent bisa dipake buat all-round. Sesuai yang tertera disitus resminya yaitu Loose-Loose over Hard-Medium-Wet alias cocok untuk trek kering-basah sampai dengan lumpur ringan. Rolling resistance yang relatif kecil bikin ringan dan enteng pas ngegowes di jalan rata/flat atau aspal. Saat melewati medan menanjak Maxxis Ardent  juga tidak akan kehilangan traksi. Pemakaian Ardent untuk ban depan dan belakang sangat mantab untuk melahap jalan krikil. Fitur Side wall yang kuat membuat kita tenang karena aman dari ancaman robek samping.
Maxxis Ardent

Posted in , | Leave a comment

Pengalaman dengan Seli Airwalk Oslo Explorer

Ini kisah pengalaman saya memakai sepeda lipat (seli) AirWalk 20 inche. Meskipun ini termasuk seli kasta paling rendah, banyak yang memandang sebelah mata, tapi berhubung paling rasional dengan isi dompet saat ini, jadi juga speda lipat low end ini saya pilih. Sepeda ini saya beli di ACE Hardware Hartono Mall, Solo Baru. Harga saat itu sekitar Rp. 1.100.000,00 sudah harga discount 50%. sebenarnya ada beberapa pilihan model Seli Airwalk yaitu Oslo Explorer (rigid), Rome Explorer (full suspensi) dan Monaco Explorer (lady). Dari ketiganya saya pilih type Oslo Explorer yang beraliran rigid. Pertimbangan saya karena nantinya sepeda ini akan digunakan untuk commuter harian, dengan medan lebih banyak berupa jalan aspal, beton, paving serta sedikit tanjakan. Jadi saya urung memilih yang tipe full suspension. Meskipun secara tampilan lebih gagah dan tangguh, suspensi pada sepeda lipat justru akan mengurangi efektifitas dan efisiensi kayuhan.

Airwalk Oslo Explorer

Kelengkapan

Dengan harga kurang dari 2 juta, seli ini sudah dilengkapi dengan 6 speed shimano gear set menggunakan shimano revoshift grip shifter. Sudah dipasang mudguard dari besi, pedal lipat, rak bagasi, bel, kickstand, dan reflektor depan dan pedal. Lumayan lengkap bukan.

Desain lipatan biasa. Sepeda ini memiliki lipatan akhir yang saya rasa belum terlalu ringkas. Belum mengadaptasi teknologi lipatan terbaru. Atau mungkin karena terbentur masalah lisensi/paten. Jadi tidak ada yang bisa diunggulkan dari sisi ini. Apalagi material besi yang dipilih membuat seli AirWalk Oslo Explorer tidak terlalu cocok untuk dibawa Mixed-mode commuting mengunakan bus atau kereta. Terlalu berat untuk diangkat. Tapi memang bukan itu alasan saya membeli seli, lebih karena lebih mudah untuk di simpan dan tidak makan banyak tempat. Bisa masuk bagasi mobil. Selain itu, saya memang mencari folding bike dengan material frame dari besi (steel). Karena saya butuh alat transportasi yang kuat dan awet, sesuai dengan fungsi peruntukan sepeda tersebut yang terkadang harus membawa beban yang cukup berat. Seperti untuk antar jemput anak sekolah, serta belanja ke pasar. Dari segi durabilitas, sudah jelas steel frame lah rajanya. Entah digetok, ditekan atau sekalian dibanting pun , steel frame tetap yang paling kuat.

Tidak seperti single pieces yang banyak digunakan pada sepeda BMX, Bottom Bracket (BB) menggunakan jenis square taper sort. Ini akan memudahkan dari sisi maintenance.

Rem V brakes terbuat dari baja press yang masih jarang dipakai pada seli murah (low price) kebanyakan. Sedangkan tuas rem meskipun hanya menggunakan material plastik namun terasa cukup kokoh.

Tidak adanya bottle cage menjadi salah satu kekurangan dari folding bike ini. Dan ternyata bukan hanya bottle cage yang tidak tersedia, bahkan sepeda ini tidak menyediakan baut adapter untuk menempelkan bottle cage tool holder. Repot juga. Jadi jika ingin membawa bottle cage harus memakai aksesoris tempat botol minum yang dipasang di setang handlebar. Atau memakai water bottle holder adapter yang ditempelkan di seatpost. Jika mau lebih rapi tapi agak ribet, bisa membuat dudukan baut untuk memasang holder di frame.

Folding Bike AirWalk OsloExplorer siap berdinas
 Masalah di Handlepost

Saya lakukan cek ulang,  saya menemukan ada sedikit masalah di stang (handlepost) . Pertama kali dicoba handling terasa agak kurang rigid. Sistem pengunci panel pada sepeda lipat sedikit agak goyang. Jadi saya coba menambahkan pengganjal pada handlebar post folding box dan ternyata tips ini sangat efektif membuat sambungan jadi kencang dan rigid.

Setelah selesai dengan masalah lipatan. Saya lakukan fitting. Setting ketinggian sadel dan handle bar untuk mendapatkan posisi berkendara yang paling nyaman dan efisien. Posisi duduk rasanya kurang sedikit ke belakang meskipun sudah melakukan maksimum adjustment pada seat post dan sadel dimundurkan ke belakan hingga mentok. Satu-satunya cara dengan mengganti sadel dengan range adjustment yang lebih panjang atau mencari seat post model bengkong (tapi lumayan susah carinya).

Enaknya memakai seli salah satunya karena memiliki stem handlepost yang lumayan panjang hingga bisa diatur untuk memungkinkan pengendara bisa duduk dengan posisi natural (tegak). Tidak seperti MTB atau roadbike yang mau tidak mau harus dengan posisi menunduk.

Performance

Saat dikayuh cukup loncer. Ternyata tidak seperti perkiraan saya, meski rodanya kecil namun larinya cukup kencang. Ukuran single chainring depan 50T cukup besar untuk mendongkrak performa kecepatan, setidaknya bisa sedikit mengimbangi kecepatan MTB di jalan datar dan rata. Jika ingin meningkatkan top speed, bisa dengan cara Salah satu solusinya adalah dengan mengganti komponen chainring (gir depan) dengan yang memiliki jumlah tooth (T) yang lebih banyak, misalnya crank tipe 52T, 53T, atau 60T dikombinasikan dengan sprocket belakang yang memiliki cog sekecil mungkin. Misalnya upgrade dengan SPROCKET CAPREO 9sp 9T-26T. tentu saja selama dengkul kuat buat mengayuhnya.

Performa di tanjakan cukup memprihatinkan. Terlalu berat diajak menanjak menurut saya. Mungkin karena selama ini saya terbiasa menggunakan MTB, jadi agak kaget juga. Performa di tanjakan masih kalah jauh dengan sepeda MTB. Namun saat saya mencoba melintasi jalan menanjak dengan kemiringan sekitar 45 derajat, sepeda ini masih bisa melibas tanjakan tersebut dengan mudah, hanya memakai gigi ke 4, dari 6 speed yang disediakan. Mungkin akan lebih mudah lagi jika framenya terbuat dari material yang lebih ringan seperti alumunium atau carbon. Selain itu, kedepan, akan lebih tepat jika mengupgrade ke sproket megarange agar performa di tanjakan lebih baik.

Untuk akselerasi, berhubung diameter rim roda 20" membuat akselerasi sepeda jauh lebih bagus dibandingkan MTB yang memiliki diameter ban 26 inch. Selain itu diameter ban yang kecil membuat seli lebih lincah dipakai bermanuver. Diluar masalah handle bar diatas, sepeda ini sebenarnya sangat lincah. Enak untuk diajak melibas kemacetan lalu lintas jalan. Atau melintas di gang-gang sempit.

Saat melewati jalan paving (tidak rata) getarannya lebih terasa dibanding saat memakai MTB non suspensi (rigid). Handling jadi sedikit liar, Lumayan berhati-hati saat memegang stang dengan satu tangan. Jadi kebiasaan memberi tanda dengan tangan saat mau belok jadi terganggu.

Saat saya coba untuk memboncengkan anak dibelakang, ada sedikit kesulitan saat mengayuh akibat pedal bersentuhan dengan kaki anak. Jarak antara roda dan pedal terlalu dekat. putaran pedal juga tidak terlalu mulus, pedal kanan sedikit seret.

Sumbu roda yang pendek juga cukup menyulitkan jika ingin memasang panier. konsekwensinya setiap barang yang dibawa di rak harus berada di atas dan bukan di samping. Tinggi boncengan sendiri juga masih dirasa terlalu rendah. Jika anak Anda berpostur jangkung pasti akan kesulitan saat dibonceng dengan sepeda ini. Tapi tentu saja masalah ini bisa diatasi dengan menambah adaptor untuk meninggikan boncengan belakang.

Sadel bawaan sebenarnya cukup empuk, tapi jika dipakai untuk bersepeda dengan waktu lama akan mulai terasa panas. Jika ada dana bagian ini menjadi prioritas untuk diupgrade dengan sadel yang lebih nyaman.


Setelah puas mencoba akhirnya sepeda ini saya serahkan kepada istri untuk membantu operasional sehari-hari, mulai dari belanja, antar jemput anak sekolah atau keperluan lainnya.
Sepeda lipat dengan frame besi
cukup bisa diandalkan
untuk antar jemput anak sekolah dan commuter harian.

Kelemahan
  • Lipatan kurang ringkas serta frame yang berat dari besi tidak cocok untuk Multi Modal Commuting.
  • Tidak disediakan baut buat bottle cage.
  • Sistem pengunci Handlebar kurang rigid.
  • Material handlegrip mengeluarkan bau karet yang cukup kuat dan susah hilang. Sudah dipakai sebulan masih mengeluarkan bau.
  • Jarak antara roda belakang dan pedal cukup pendek. Agak merepotkan saat memboncengkan anak, atau jika mau memasang pannier belakang.
  • Kualitas ban bawaan buruk. Belum genap 2 bulan dipakai normal sudah pecah padahal waktu itu masih pagi, aspal belum terlalu panas. Tekanan ban juga tidak terlalu tinggi.
  • Meskipun sudah dilengkapi dengan pedal yang bisa dilipat, namun material yang digunakan hanya berupa plastik, jadi sangat rawan getas. Kekuatan dan keawetannya sangat diragukan.
Keunggulan
  • Harga terjangkau
  • Feature/aksesoris lengkap, sudah termasuk fender depan belakang dan boncengan dan bell.
  • Drivetrain dari shimano 6 speed
  • Larinya lumayan kencang
  • Akselerasi bagus.

Tips dan Saran

  • Saran pertama dan yang paling penting adalah mengganti ban dalam dengan yang kualitasnya lebih bagus. Ban bawaan sepeda ini kualitasnya kurang baik. Bayak laporan ban meletus saat digunakan, padahal masih baru. Dan ternyata saya juga mengalaminnya. Waktu dipakai B2W, ban tiba-tiba meletus. Beruntung tempat kejadian sudah dekat dengan kantor.
  • Masalah lipatan/sambungan handlebar yang kurang rigid bisa diatasi dengan cara menambah ganjalan. Ganjalan bisa dibuat dari karet tebal, atau bahan lainnya yang tidak keras tapi cukup liat. Letakkan potongan ban dalam tadi pada handlebar post folding box tersebut.
  • Boncengan belakang bisa ditekuk sedikit agar posisi duduk bisa lebih tinggi. bisa dipasangi footrest punya sepeda BMX untuk menambah kenyamanan pembonceng.
  • Jika memungkinkan ganti pedal dengan kualitas yang lebih baik. Setidaknya pilih pedal yang terbuat dari material yang lebih kuat.
Terlepas dari kelemahan yang ada, overall sepeda lipat (seli) AirWalk 20 inche tipe Oslo Explorer ini memiliki performa yang memuaskan untuk ukuran sepeda lipat low end dengan harga kurang dari 2 juta.

Posted in , , , | Leave a comment

Membangun Sepeda Federal Street Cat untuk Commuter Harian

Pada hari itu saya menemukan sepeda lama saya yang tersimpan di gudang. Sepeda Federal merk Street Cat 550 produksi PT Federal Cycle Mustika (FCM), sebuah anak usaha Astra Group. Sepeda ini dibeli Ayah saya sekitar tahun 1986. Entah sudah berapa lama sepeda itu teronggok di gudang. Mungkin sudah lebih dari 20 tahun tersimpan, diam menunggu hari bisa kembali berlari. Saya ingat terakhir kali rutin memakai sepeda ini saat masih duduk di bangku SMP. Namun semenjak masuk SMA perannya mulai banyak diganti oleh Sepeda motor Yamaha Force 1, sampai akhirnya sama sekali tidak dipakai atau tepatnya dipensiunkan, masuk gudang. Sepeda itu sempat saya pakai kembali setelah lulus kuliah dan bekerja di sebuah yayasan. Sayangnya itu hanya berjalan beberapa bulan saja.

Posted in , , | Leave a comment

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by Lite Themes.